Jumat, 02 April 2010

Asuhan keperawatan amputasi humerus

BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI AMPUTASI
Amputasi adalah penghilangan sebagian atau keseluruhan ekstremitas karena trauma atau pembedahan. Dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan hidup.
Secara umum, amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana sedapat mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada beberapa kondisi, antara lain pada sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua struktur lokal di ekstremitas, amputasi merupakan pilihan. Pada sarkoma jaringan lunak ekstremitas bawah dari tulang, sekitar 20-40% rytembutuhkan amputasi.
Amputasi adalah penghilangan ujung anggota tubuh oleh trauma fisik atau operasi. Sebagai ukuran medis, amputasi digunakan untuk memeriksa rasa sakit atau proses penyebaran penyakit dalam kelenjar yang terpengaruh, misalnya pada malignancy atau gangrene. Dalam beberapa kasus amputasi dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut menyebar lebih jauh dalam tubuh. Dalam beberapa negara Islam, amputasi tangan atau kaki kadang digunakan sebagai bentuk hukuman bagi para kriminal. Dalam beberapa budaya dan agama, amputasi minor atau mutilasi dianggap sebagai suatu pencapaian spiritual.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang membentuk rangka penujnjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoetik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organic (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari oeteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyamn terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan pada inserasi ligamentum atau tendon. Tumor osteosarkoma terdiri dari ulang anyaman.

Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang.
Diafisis atau batang, adalah bagian engah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh ulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-anak, sumsum merah mengisi sebagia besa bagian dalam dari tulang panjang, teapi kemudian diganti oleh sumsum kuning siring dengan semakin dewasanya anak tersebut. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi ulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti.
Tulang adalah suau jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel : Osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang mengandung peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatse alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasa untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyk yang memungkinkan minerl dan matriks tulang dapat diabsorpsi.osteoklas mengikis tulang.




C. ETIOLOGI
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.

D. METODE AMPUTASI
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.
3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena trauma amputasi.

E. TINGKATAN AMPUTASI
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

F. PENATALAKSANAAN AMPUTASI
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri. Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

G. DAMPAK MASALAH TERHADAP SISTEM TUBUH.
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
b. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.


BAB II
PENDIDIKAN KESEHATAN TINDAKAN OPERASI

1. Konsep Umum Pedidikan Kesehatan (Penkes)
a. Definisi
Pendidikan kesehatan merupakan gambaran penting dan bagian dari peran perawat yang professional dalam upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit (Preventif) yang telah dilakukan sejak jaman Florence Nighthingde pada tahun 1959. Pendidikan kesehatan juga merupakan bentuk kegiatan dan pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan di Rumah sakit atau pun Non-klinik.
b. Tujuan
Tujuannya adalah untuk meningkatkan perilaku sehat individu maupun masyarakat tentang pengetahuan yang relevan dengan intervensi dan strategi pemeliharaan derajat kesehatan, pengetahuan penyakit, serta mengelola (Memberikan perawatan) penyakit kronis di rumah. Pendidikan kesehatan tidak hanya memberikan informasi saja, tetapi yang penting adalah menciptakan kegiatan yang dapat memandirikan seseorang untuk mengambil keputusan terhadap masalah kesehatan yang dihadapi. (Duryea E.J 1983)
2. Peran Perawat Dalam Pendidikan Kesehatan (Swanson E.J 1997)
a. Advokat
b. Pemberi Perawatan (Caregiver)
c. Manager Khusus
d. Konsultan
e. Pendidik
f. Perantara Informasi
g. Mediator
3. Pendidikan Kesehatan yang Akan Diberikan :
a. Perencanaan Keperawatan pada Amputasi Pra Operasi dan Pasca Operasi
b. Perawatan di Rumah untuk :
1) Efek dari prosedur diagnostic maupun pengobatan.
2) Pendidikan kesehatan di rumah dengan klien amputasi
4. Penjelasan
a. Perencanaan Keperawatan pada Amputasi Humerus
b. Pemulihan Nyeri serta Gangguan Rasa Nyaman
Manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi serta sentuhan emosional lembut pada kulit. Terapi farmakologis dapat digunakan untuk mengontrol nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien. Perawat da klien bekerja sama untuk merancang program manajemen nyeri yang paling efektif dan perawat member dukungan selama prosedur yang menyakitkan.
c. Pemenuhan Nutrisi yang Adekuat dan Seimbang
Karena Kehilangan selera makan akibat mual dan muntah sebagai efek samping dari prosedur diagnostic maupun pengobatan, klien perlu diberikan nutrisi yang memadai untuk mempercepat penyembuhan dan kesehatan. Antiemetik dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Stomatitis dapat di control dengan obat kumur anestetik atau anti jamur. Hidrasi yang memadai sangat penting. Suplemen nutrisi atau nutrisi parental total dapat diprogramkan untuk mendapatkan nutrisi yang memadai.
d. Penurunan Resiko Cedera Agar Tidak Terjadi Fraktur Patologis
Selama asuhan keperawatan, tulang yang sakit harus disangga dan ditangani dengan lembut. Contohnya, penyangga luar dapat dipakai untuk perlindungan tampahan, pembatasan beban berat badan, dank lien diajarkan bagaimana menggunakan alat bantu dengan aman dan bagaimana memperkuat ekstremitas yang sehat.
e. Meningkatkan Pertumbuhan Integritas Kulit
Perawatan luka dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan integritas kulit. Balutan luka nontraumatik dan aseptic akan mempercepat penyembuhan.
f. Peningkatan Mobilitas
Mengubah Posisi klien sesering mungkin akan mengurangi insiden kerusakan kulit akibat tekanan. tempat tidur terapeutik khusus diperlukan untuk mencegah kerusakan kulit dan memperbaiki penyembuhan luka setelah operasi.
g. Pemeliharaan Perawatan Mandiri
Alat dan sarana yang dibutuhkan klien perlu dimodifikasi sesuai kebutuhan yang klien perlukan. Penting untuk mendorong dukungan psikologis klien agar klien dengan senang hati melakukan perawatan mandiri.
h. Perbaikan Citra Diri
Klien harus berpartisipasi dalam perencanaan aktivitas harian. Keterlibatan klien dengan keluarganya sepanjang terapi dapat mendorong kepercayaan diri, pengembalian konsep diri, dan perasaan klien sehingga dapat mengontrol hhidupnya sendiri.
i. Peningkatan Kondisi Psikologis Klien
Mereka membutuhkan dukungan dan perasaan diterima agar mereka mampu menerima dampak dari amputasi tersebut. Konsultasi dengan perawat psikiatri, ahli psikologi, konselor, atau rohaniwan.
j. Pemenuhan Informasi dan Pengetahuan tentang Prosedur Perawatan dan Penatalaksanaan.
Penyuluhan klien ditujukan pada pengobatan, pembalutan, dan program terapi fisik dan okupasi. Penggunaan peralatan khusus secara aman harus dijelaskan. Klien dan keluarga harus mempelajari tanda dan gejala kemungkinan komplikasi.
5. Perencanaan Keperawatan pada Amputasi Pra Operasi dan Pasca Operasi
a. Pra Operasi
Beritahu klien dengan benar dan dukung klien bahwa akan dilakukan amputasi untuk kebaikan klien. Beritahu klien dan keluarga tentang prosedur operasi yang akan dilakukan. Beritahu klien akan dipasang alat bantu setelah operasi. Perawat memberikan dukungan agar klien mampu mengahadapi operasi dengan tenang.
b. Pasca Operasi
1) Meredakan Nyeri
Manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi serta sentuhan emosional lembut pada kulit. Terapi farmakologis dapat digunakan untuk mengontrol nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien. Perawat da klien bekerja sama untuk merancang program manajemen nyeri yang paling efektif dan perawat member dukungan selama prosedur yang menyakitkan.
2) Mempercepat penyembuhan luka
Tungkai sisa harus ditangani dengan lembut. Setiap kali penggantian balutan, diperlukan teknik aseptic untuk mencegah infeksi luka dan kemungkinan osteomilitis. Drain dapat diangkat jika sudah tidak efektif yaitu 2x24 jam sedangkan jahitan dapat diangkat setelah 10-14 hari.
3) Memperbaiki citra tubuh
Perawat yang telah membangun hubungan saling percaya dengan klien sebaiknya berkomunikasi mengenai penerimaan klien yang baru menjalani amputasi. Klien didorong untuk melihat, merasakan, dan kemidian melakukan perawatan pada sisa tungkai.
4) Mengatasi berduka
Perawat harus memahami perasaan klien dan mendengarkan dan memberikan dukungan. Perawat harus menciptakan suasana penerimaan dan dukungan dimana klien dan keluarganya didorong untuk mengekspresikan dan berbagi perasaanya dan menjalani proses bersedih. Dukungan dari keluarga dan sahabat dapat meningkatkan penerimaan pada kehilangan.
5) Perawatan mandiri
Klien didorong untuk aktif dalam melaksanakan perawatan diri. Klien dan perawat harus menjaga tingkah laku yang positif dan meminimalkan keletihan dan frustasi selama proses belajar.
6) Pengembalian mobilitas fisik
Klien memfleksikan dan mengekstensikan lengan saat membawa beban berat, melakukan dorongan sementara dalam posisi terlentang dan sit up ketika duduk akan memperkuat otot trisep, Klien belajar jalan dengan tongkat atau pun dengan kaki palsu, serta posisi-posisi tang benar.
7) Latihan pasca operasi : Latihan Rentang gerak, ROM, dll.
8) Pembentukan dan pengondisian sisa tungkai : Pembalutan dan masase.
9) Pemantauan dan penanganan komplikasi potensia
10) Rehabilitasi
6. Perawatan di Rumah:
a. Efek dari prosedur diagnostic maupun pengobatan
1) Pendidikan kesehatan di rumah pada klien dengan Amputasi humerus.
Pendidikan klien ditujukan pada pengobatan, pembalutan, dan program terapi, selain program terapi fisiki. Penggunaan peralatan khusus secara aman harus dijelaskan. Klien dan keluarganya harus mempelajari tanda dan gejala kemungkinan komplikasi. Klien diminta untuk mencatat nimor telepon orang yang dapat segera dihubungi bila sewaktu waktu timbul masalah. Perlunya supervisi kesehatan jangka panjang untuk meyakinkan telah terjadi penyembuhan atau untuk mendeteksi kekambuhan tumor atau metastasis.
7. Konsep Etik Legal
a. Non- Maleficence
1) Terpenuhi prinsip ini saat petugas kesehatan tidak melakukan sesuatu yang membahayakan bagi pasien (do no harm) disadari atau tidak disadari.
2) Melindungi dirinya sendiri, seperti anak kecil, tidak sadar, gangguan mental, dll.
b. Respect for Autonomy
1) Hak untuk menentukan diri sendiri, kemerdekaan, dan kebebasan.
2) Hak pasien untuk menentukan keputusan kesehatan untuk dirinya.
3) Otonomy bukan kebebasan absolut tetapi tergantung kondisi. Keterbatasan muncul saat hak, kesehatan atau kesejahteraan orang lain terganggu.
c. Beneficence
1) Tujuan utama tim kesehatan untuk memberikan sesuatu yang terbaik untuk pasien.
2) Perawatan yang baik memerlukan pendekatan yang holistic pada pasien, meliputi menghargai pada keyakinan, perasaan, keinginan juga pada keluarga dan orang yang berarti.
d. Justice
Termasuk fairness dan equality


BAB III
MANAJEMENT OPERASI

Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap pre-operatif, tahap intra-operatif, dan pada tahap post-operati
A. Pre Operatif
1. Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
2. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi
a. Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
b. Pengkajian Fisik
1) Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
2) Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum Lokasi amputasi Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif.
Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral

c. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
1) Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
2) Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
3) Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
4) Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini
d. Laboratorik
1) Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung

3. Mengatasi nyeri
a. Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
b. Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
c. Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar mengenakan kaki protese. Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efekti
4. Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam untuk mencegah kontraktur
a. Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki (yang sehat), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
b. Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
5. Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
a. Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
b. Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu (karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka)
c. Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
d. Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam.




B. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif. Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi

BAB IV
MONITORING POST OPERASI

A. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas merupakan tindakan yang mengancam jiwa. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.
Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
BAB V
PERAWATAN AMPUTASI HUMERUS

Amputasi ditawarkan kesempatan untuk memanipulasi lingkungan fisik dari pada luka selama penyembuhan. Balutan yang halus, pengawasan terhadap ruangan di sekitar, balutan yang lembut, dan traksi kulit merupakan metode yang dapat diterangkan. Penggunaan balutan yang halus akan mengontrol udem, mencegah trauma, menurunkan nyeri, dan membuat mobilisasi lebih awal demikian juga rehabilitasinya. Penggunaan (IPOP) prosthesis segera setelah operasi membuktikan jumlah waktu untuk maturasi ekstremitas menurun dan waktu pemasangan prostetik sebagian besar ahli bedah akan memulai penumpuan berat badan sebagian/parsial setelah terjadi perubahan pertama pada hari ke-5-10. Jika luka nampak steril. Penumpuan berat badan segera setelah Op dapat diawali dilakukan pada pasien tertentu. Balutan kaku dan IPOP harus digunakan secara hati-hati, tapi aplikasi mudah dipelajari oleh para ahli bedah ortopedi. IPOP juga mungkin dipakai pada amputasi ekstremitas atas, dan latihan prostetik awal dengan alat ini diyakini meningkatkan lama penggunaan prostetik.
A. Perawatan Luka
Perawatan luka pada pada kasus amputasi humerus adalah perawatan luka terbuka. Perawatan luka ini dilakukan secara rutin dengan menggunakan NaCl sebagai pembersih.
Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Farmakologi.
Farmakologi ini adalah dengan menggunakan obat-obatan baik obat-obatan opioid atau nonopioid.
2. Non farmakologi
Manajemen nyeri dengan non farmakologi banyak jenisnya, yaitu:
a. Kompres panas-dingin.
b. Pijat refleksi.
c. Imobilisasi.
d. Relaksasi.
e. Umpan balik tubuh.
Adalah mengatasi nyeri dengan memberikan informasi kepada klien tentang respon fisiologis tubuh terhadap nyeri yang dialami klien.
1) Masase kulit.
2) Distraksi
Adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Macam-macam distraksi yaitu:
a) Distraksi visual.
b) Distraksi pendengaran.
c) Distraksi pernapasan.
d) Distraksi intelektual.
e) Teknik pernapasan.
f) Imajinasi terbimbing.

B. Penatalaksanaan Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakankulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti :
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
b. Halogen dan senyawanya
1) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam.
2) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
3) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
4) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
3. Oksidansia
a. Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.
b. Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
4. Logam berat dan garamnya
a. Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
b. Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)
5. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6. Derivat fenol
a. Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
b. Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
c. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).
d. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptik
4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
e. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
f. Penutupan Luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
g. Pembalutan Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
h. Pemberian Antibiotik prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
i. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan
No Lokasi Waktu
1 Kelopak mata 3 hari
2 Pipi 3-5 hari
3 Hidung, dahi, leher 5 hari
4 Telinga,kulit kepala 5-7 hari
5 Lengan, tungkai, tangan,kaki 7-10+ hari
6 Dada, punggung, abdomen 7-10+ hari


BAB VI
ASUHAN KEPERAWATAN PRA OPERASI

A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Biodata
Nama : -
Usia : -
Jenis Kelamin : -
Alamat : -
Pekerjaan : -
Suku bangsa : -
Diagnosa medis : -
2. Anamnesa
a. Keluhan utama :
b. Riwayat kesehatan
P :
Q :
R :
S :
T :
c. Riwayat kecelakaan : -
d. Riwayat penyakit genetik dan kongenital : -
e. Riwayat penyakit lain : -
f. Riwayat pembedahan pada skeletal : -
g. Riwayat keluarga dengan permasalahan musculoskeletal : -
h. ADL :
i. Lifestyle : -
3. Pengkajian fisik
a. Inspeksi :
b. Palpasi :
c. Auskultasi : -
d. Perkusi : -
e. Pengkajian psikososiospiritual : -
f. Pemeriksaan penunjang : Rontgent

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ansietas yang berhubungan dengan akan dilakukan tindakan amputasi.
2. Resiko gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan amputasi.
3. Kebutuhan pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan tindakan amputasi yang ditandai dengan keluarga klien belum memberitahukan penyakit klien.

C. Intevensi
1. Resiko ansietas yang berhubungan dengan akan dilakukan tindakan amputasi.
a. Tujuan jangka pendek
Kecemasan klien berkurang
b. Tujuan jangka panjang
1) Klien mengenali perasaannya
2) Ansietas klien hilang
c. Intervensi
1) Kaji tanda verbal dan non verbal ansietas. Damping klien dan lakukan tindakan bila klien menunjukkan perilaku merusak.
2) Beri lingkungan dan suasana penuh istirahat.
3) Berikan kesempatan untuk pengungkapan. Dengarkan (dengan cara yang terbuka, tidak menghakimi) untuk mengekspresikan ansietas tentang perubahan citra tubuh.
2. Resiko gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan amputasi
a. Tujuan jangka pendek
Klien dapat berdaptasi dengan kondisi tubuh.
b. Tujuan jangka panjang
Klien dapat menerima kondisi tubuh
c. Intervensi
Mandiri
1) Kaji persiapan klien dan pandangan terhadap amputasi.
2) Dorong ekspresi ketakutan, perasaan negative dan kehilangan bagian tubuh.
3) Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien.
Kolaborasi
Diskusikan tersedianya berbagai sumber seperti konseling psikiatrik.
3. Kebutuhan pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan tindakan amputasi yang ditandai dengan keluarga klien belum memberitahukan penyakit klien.
a. Tujuan jangka pendek
Klien mengetahui penyakit yang diderita
b. Tujuan jangka panjang
1) Klien dapat melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
2) Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang.
3) Instruksikan klien / orang terdekat tentang pengobatan penyakit.
c. Intervensi
1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang.
2) Instruksikan klien / orang terdekat tentang pengobatan penyakit.

BAB VII
ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI

A. Diagnosa Keperawatan
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

B. Perencanaan
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.
2) Jangka Pendek :
a) Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
b) Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
c) ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
d) Klien dapat melakukan ambulasi.
b. Intervensi :
1) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.
Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.
4) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
5) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Klien dapat menerima keadaan fisiknya.
2) Jangka Pendek :
a) Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya.
b) Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Nyeri berkurang atau hilang
2) Jangka Pendek :
a) Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan
b) Klien menyatakan nyerinya berkurang
c) Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1) Tinggikan posisi stump
Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema dan nyeri.
2) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat perubahan tanda-tanda vital dan emosi.
Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.
3) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau massase dan distraksi.
Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri pada saraf-saraf nyeri.
4) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke susunan saraf pusat.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
2) Jangka Pendek :
a) Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
b) Kuku pendek dan bersih.
c) Rambut bersih dan rapih
d) Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
e) Klien mengatakan merasa nyaman.
b. Intervensi :
1) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.
Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap hari.
Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan rasa nyaman klien.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.
2) Jangka Pendek :
a) Kulit bersih dan kelembaban cukup.
b) Kulit tidak berwarna merah.
c) Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.
b. Intervensi :
1) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.
Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.

2) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.
Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali
Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat menyebabkan iritasi.
6. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Kontraktur tidak terjadi.
2) Jangka Pendek :
a) Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.
b) Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.
c) Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1) Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok untuk meninggikan puntung.
Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur fleksi dari panggul.
2) Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.
3) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.
Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari pada otot ekstensor.
4) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang tepat.
Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan tonus otot.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi
2) Jangka Pendek :
a) Luka bersih dan kering
b) Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.
c) Tanda-tanda vital normal
d) Nilai leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)
b. Intervensi :
1) Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat ditanggulangi.
2) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.
3) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak terkontaminasi oleh kuman dari luar.
4) Monitor LED
Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang merupakan tanda-tanda infeksi.
5) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi

Selasa, 30 Maret 2010

hifofungsi korteks adrenal

Laporan Pendahuluan Epilepsi

EPILEPSI

A. PENGERTIAN
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.
ANATOMI OTAK









Otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera (seperti mata, telinga, kulit, dan lain-lain). Data tersebut dikirimkan oleh urat saraf yang dikenal dengan system saraf keseluruhan. System saraf ini memungkinkan seluruh urat saraf mengubah rangsangan dalam bentuk implus listrik. Kemudian implus listrik dikirim ke pusat system saraf, yang berada di otak dan urat saraf tulang belakang. Disinilah data diproses dan direspon dengan rangsangan yang ‘’cocok’’. Biasanya dalam tahap ini timbul saraf efektor, yang berfungsi untuk mengirim implus saraf ke otot sehingga otot berkontraksi atau rileks.

Di dalam jaringan system saraf pusat terdapat hirarki control. Banyak rangsangan sederhana berhubungan dengan tindakan refleks/aksi spontan (misalnya, dengan cepat kita mengibaskan tangan saat menyentuh piring panas). Otak tidak terlibat langsung dalam proses ‘’identifikasi’’ mengenai tindakan refleks. Tapi, tindakan refleks tersebut diproses di saraf tulang belakang. Meskipun otak tidak terlibat langsung dalam proses yang berhubungan dengan aksi spontan, tetap saja kita akan mencerna data/rangsangan yang dipersepsi alat indera.
Contohnya kita tidak serta-merta menumpahkan sepiring penuh makanan tanpa alasan kecuali piring itu memang panas sehingga kita refleks menumpahkannya. Atau bisa juga hal itu disebabkan oleh stress yang kita alami. Fenomena semacam ini adalah fungsi yang rumit yang terjadi di otak. Bernafas, keseimbangan, menelan, dan mencerna terjadi, karena fungsi ‘’otomatis’’ otak. Dan kita tidak menyadari bahwa proses tubuh tersebut membutuhkan control yang ‘’lembut’’ dan teknik mengatur yang baik. Otak ‘’purba’’ mengontrolnya secara relatif. Misalnya, kita akan menoleh jika seseorang memanggil nama kita di jalan. Aksi tersebut dikontrol oleh bagian otak yang ‘’lebih baru’’. Otak dan urat saraf tulang belakang dilindungi oleh tulang (tengkorak dan tulang belakang secara berurutan) dan dikelilingi oleh cairan otak, yang berfungsi sebagai alat penahan goncangan.
Bagian-Bagian Otak
Otak nampak seperti sebuah ‘’kembang kol’’ yang beratnya rata-rata 1,2 kg pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan. Otak dapat dibagi ke dalam tiga bagian umum, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Anehnya nama bagian-bagian tersebut tidak berdasarkan letaknya pada otak (contohnya otak depan tidak berada di bagian depan). Tapi, nama bagian-bagian tersebut didasarkan pada posisi saat manusia masih berbentuk embrio. Kemudian posisi bagian-bagian otak tersebut berubah selama perkembangan janin dalam kandungan.
 Otak Belakang terletak di dasar kepala, terdiri dari empat bagian fungsional, yaitu medulla oblongata, pons, bentuk reticular (reticular formation), dan cerebellum.

• Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
• Pons merupakan ‘’stasiun pemancar’’ yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Ponslah yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
• Formasi Reticular memiliki peranan penting dalam pengaturan gerakan dan perhatian Anda. Formasi reticular seolah-olah berfungsi untuk ‘’mengaktifkan’’ bagian lain dalam otak.
• Selain bagian-bagian yang telah disebutkan tadi, ada juga bagian yang dinamakan cerebellum dengan banyak lilitannya. Cerebellum disebut juga otak kecil yang berkerut sehingga hampir seperti otak besar (otak secara keseluruhan). Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak. Tapi, sebenarnya fungsi tersebut perlu ‘’dipelajari’’ dan dilatih, seperti keseimbangan dan koordinasi. Misalnya saat berjalan, apabila jalan yang kita lalui sudah biasa dilewati, maka tanpa berpikirpun, kita sudah bisa sampai ditujuan. Itulah salah satu kegunaan cerebellum, yang berfungsi sebagai kendali/ control atas gerakan kita.

 Otak Tengah merupakan pusat saraf dalam lingkup kecil. Otak tengah adalah lanjutan dari formasi reticular dan merespon pendengaran dan pengelihatan (seperti gerak mata). Otak tengah tampaknya lebih ‘’penting’’ fungsinya pada hewan mamalia daripada manusia, karena pada manusia yang lebih dominan digunakan adalah otak depan. Otak tengah adalah bagian terbesar pada otak. Bagiannya yang paling utama adalah korteks yang mengandung kurang lebih 10 miliar saraf dan terletak pada lapisan luar otak. Otak tengah juga merupakan ‘’puncak’’ fungsional otak yang respon terhadap fungsi yang ‘’lebih rumit’’, tindakan sengaja, dan kesadaran.Adapun bagian-bagian penting otak depan adalah thalamus, hypothalamus, dan system limbic.
• Thalamus terdiri dari sejumlah pusat saraf dan berfungsi sebagai ‘’tempat penerimaan’’ untuk sensor data dan sinyal-sinyal motorik. Contohnya untuk mengirim data dari mata dan telinga menuju bagian yang tepat dalam korteks.
• Hypothalamus berfungsi untuk mengontrol nafsu makan dan syahwat dan mengatur kepentingan biologis lainnya. Hypothalamus, thalamus, otak tengah, dan otak belakang (tidak termasuk cerebellum) bersama-sama membentuk apa yang disebut ‘’tangkai/batang’’ otak (the brain stem). Batang otak berfungsi untuk mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar. Jika batang otak tersebut kekurangan aktivitas (kurang dirangsang), maka menurut psikiater akan menyebabkan brain death atau kelumpuhan otak.
• Di antara pusat otak dan korteks terletak system limbic (limbic berasal dari bahasa Latin yang berarti batas). Anatomi system limbic ini hampir seperti hypothalamus. System limbic memungkinkan kita mengontrol insting/naluri kita. Misalnya, kita tidak serta merta memukul seseorang yang tidak sengaja menginjak kaki kita. System limbic terdiri dari tiga bagian utama, yaitu amygdala dan septum yang berfungsi mengontrol kemarahan, agresi, dan ketakutan, serta hippocampus yang penting dalam merekam memori baru.

• Korteks (korteks cerebral) adalah helaian saraf yang tebalnya kurang dari 5 mm, tapi luas bagiannya mencapai 155cm. korteks menyusun 70 persen bagian otak. Lipatan korteks yang erat kaitannya dengan tengkorak manusia membuat otak tampak berkerut. Saraf dalam korteks memproses data. Warna korteks kelabu (inilah alasan mengapa korteks diistilahkan dengan ‘’benda/zat kelabu’’ –the grey mater). Korteks pun secara luas berhubungan satu sama lain (dengan bagian dalam otak). Jaringan panjang yang menghubungkan bagian-bagian terpisah (secara luas) pada otak tersusun dari saraf yang tertutup penyekat berlemak yang disebut myelin. Myelin membuat jaringan tersebut berwarna putih (disebut juga ‘’benda/zat putih’’)Korteks mempunyai sejumlah struktur dan bagian-bagian fungsional. Yang paling nyata dari pembagian ini adalah belahan kiri dan kanannya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa kedua belahan otak dihubungkan oleh sebuah ‘’bundel serat tebal’’ yang disebut corpus callosum. Corpus callosum membantu menyatukan aktivitas otak (memberitahu otak kiri tentang apa yang dilakukan otak kanan, juga sebaliknya). Pembagian penting lainnya dalam korteks adalah empat buah lobus atau cuping, yaitu temporal, frontal, occipital, dan parietal.
Bagian-bagian tersebut dinamai berdasarkan letaknya setelah tulang tengkorak. Sejak lama muncul berbagai pendapat tentang fungsi tersebut dalam otak. Lobus frontal berhubungan dengan konsentrasi, lobus temporal berhubungan dengan bahasa dan ingatan, lobus parietal berhubungan dengan sensor data dan lobus occipital berhubungan dengan pengelihatan dan persepsi. Jadi, proses kesadaran pikiran bergantung pada interaksi kompleks di bagian-bagian otak.

B. ETIOLOGI.
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
 trauma lahir
 trauma kepala
 tumor otak
 stroke
 cerebral edema
 hypoxia
 keracunan
 gangguan metabolik
 infeksi

C. PATOFISIOLOGI.
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).
Secara Patologi :
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.


D. KLASIFIKASI DAN GAMBARAN KLINIS.
1. Serangan parsial (fokal, local), kesadaran tidak berubah, brasal dari daerah tertentu dalam otak.
a. Kejang parsial sederhana. Ditandai dengan kesadaran tetap baik dan dapat berupa :
(a) motorik fokal yang menjalar atau tanpa menjalar (tipe Jackson),
(b) gerakan versify dengan kepala dan leher menengokm ke salah satu isi.
(c) dapat pula sebagai gejala sensorik berupa halusinasi dan kadang berupa kelumpuhan extremitas (paralysis todd).
(b) Kejang parsial kompleks. Didapat adanya gangguan kesadran dan gejala psikis atau ganggguan fungsi luhur.
2. Serangan umum (generalisata), sejak awal seluiruh otak terlibat secara bersamaan.
a. Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal). Dimulai dengan kehilangan kesadaran disusul dengan gejala motorik secara bilateral, dapat berupa ekstensi tonik beberapa menit disusul gerakan klonik yang sinkron dari otot-otot tersebut. Segera sesudah kejang berhnti pasien tertidur.
b. Kejang mioklonik. Ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh secara cepat, sinkron, dan bilateral atau kadang hanya mengenai kelompok otot tertentu.
c. Kejang lena (petit mal). Ditandai kehilangan kesadaran yang berlangsung sangat singkat. Beberapa episode dapat disertai dengan mata yang menatap kosong atau gerakan mioklonik dari kelompok otot mata atau wajah, otomatisme, kehilangan tonus otot. Kejang berlangsung beberapa detik sampai setengah menit.
d. Kejang atonik ditandai dengan kehilangan tonus otot (Harsono, 2007; Price dan Wilson, 2006; Mardjono dan Sidharta, 2008).
Gejala :
1. Bangkitan umum :
 Tonik : kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi (aura).  20 – 60 detik.
 Klonik : spasmus flexi berseling relaksasi, hypertensi, midriasis, takikardi, hyperhidrosis, hypersalivasi.  40 detik.
 Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti klien sadar kembali lesu, nyeri otot dan sakit kepala klien tertidur 1-2 jam.
2. Jenis parsial :
 Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
 Komplex : gangguan kesadaran.

Ad :
1. Grand mal (Tonik Klonik) :
 Ditandai dengan aura : sensasi pendengaran atau penglihatan.
 Hilang kesadaran.
 Epileptik cry.
 Tonus otot meningkat  sikap fleksi / ekstensi.
 Sentakan, kejang klonik.
 Lidah dapat tergigit, hypertensi, tachicardi, berkeringat, dilatasi pupil dan hypersalivasi.
 Setelah serangan pasien tertidur 1-2 jam.
 Pasien lupa, mengantuk dan bingung.

2. Petit mal :
 Hilang kesadaran sebentar.
 Klien tampak melongo.
 Apa yang dikerjakannya terhenti.
 Klien terhuyung tapi tidak sampai jatuh.
3. Infantile Spasm :
 Terjadi usia 3 bulan – 2 tahun.
 Kejang fleksor pada ektremitas dan kepala.
 Kejang hanya beberapa fetik berulang.
 Sebagian besar klien mengalami retardasi mental.
4. Focal motor :
 Lesi pada lobus frontal.
5. Focal Sensorik :
 Lesi pada lobus parietal.
6. Focal Psikomotor :
 Disfungsi lobus temporal.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
• Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.
• Pemeriksaan EEG :
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge atau epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal).
• Pemeriksaan radiologis :
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak.
Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.

F. KOMPLIKASI.
• Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang berulang.
• Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.

G. PENATALAKSANAAN.
• Medik:
a. Pengobatan Kausal :
Perlu diselidiki apakah pasien masih menderita penyakit yang aktif, misalnya tumor serebri, hematome sub dural kronik. Bila ya, perlu diobati dahulu.
b. Pengobatan Rumat :
Pasien epilepsi diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Di klinik saraf anak FKUI-RSCM Jakarta, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun bebas serangan, kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lama pengobatan berkisar antara 2-4 tahun bebas serangan. Selama pengobatan harus diperiksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan laboratorium secara berkala.
Obat yang dipakai untuk epilepsi yang dapat diberikan pada semua bentuk kejang :
 Fenobarbital, dosis 3-8 mg/kg BB/hari.
 Diazepam, dosis 0,2 -0,5 mg/Kg BB/hari.
 Diamox (asetazolamid); 10-90 mg/Kg BB/hari.
 Dilantin (Difenilhidantoin), dosis 5-10 mg/Kg BB/hari.
 Mysolin (Primidion), dosis 12-25 mg /Kg BB/hari.
Bila menderita spasme infantil diberikan :
 Prednison dosisnya 2-3 mg/Kg BB/hari.
 Dexametasone, dosis 0,2-0,3 mg/Kg BB/hari.
 Adrenokortikotropin, dosis 2-4 mg/Kg BB/hari.
• Keperawatan :
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadinya bahaya akibat bangkitan epilepsi, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi gangguan psikososial , kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.
1. DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN.
• AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala : Keletihan, kelemahan umum.
Keterbatasan dalam aktivitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat .
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot.
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
• SIRKULASI.
Gejala : Iktal : Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Postiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
• INTEGRITAS EGO
Gejala : Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan / atau penanganan.
Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan dalam berhubungan.
Tanda : Pelebaran rentang respons emosional.
• ELIMINASI
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine / fekal).
• MAKANAN / CAIRAN
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).
Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang).
• NEUROSENSORI
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.
Tanda : Karakteristik kejang :
Kejang umum.
Kejang parsial (kompleks).
Kejang parsial (sederhana).
• NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati-hati.
Perubahan tonus otot.
Tingkah laku gelisah / distraksi.
• PERNAFASAN
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat; peningkatan sekresi mukus.
Fase postiktal : apnea.

• KEAMANAN
Gejala : Riwayat terjatuh / trauma, fraktur.
Adanya alergi.
Tanda : Trauma pada jaringan lunak / ekimosis.
Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.
• INTERAKSI SOSIAL
Gejala : Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya.
Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.
• PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala : Adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Penggunaan / ketergantungan obat (termasuk alkohol).
• PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mencegah / mengendalikan aktivitas kejang.
2. Melindungi pasien dari cedera.
3. Mempertahankan jalan nafas.
4. Meningkatkan harga diri yang positif.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan penanganannya.
• TUJUAN PEMULANGAN
6. Serangan kejang terkontrol.
7. Komplikasi / cedera dapat dicegah.
8. Mampu menunjukkan citra tubuh.
9. Pemahaman terhadap proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :
• Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian pernafasan berhubungan dengan perubahan kesadaran; kelemahan; kehilangan koordinasi otot besar atau kecil.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
 Gali bersama-sama klien berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang.
Rasional : alkohol, berbagai obat dan stimulasi lain (seperti kurang tidur, lampu yang terlalu terang, menonton televisi terlalu lama) dapat meningkatkan aktivitas otak, yang selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang.
 Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan posisi tempat tidur rendah.
Rasional : mengurangi trauma saat kejang (sering / umum) terjadi selama pasien berada di tempat tidur.
 Tinggallah bersama pasien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
Rasional : meningkatkan keamanan pasien.
 Catat tipe dari aktivitas kejang (seperti lokasi / lamanya aktivitas motorik, hilang kesadaran, inkontinensia, dan lain-lain) dan berapa kali terjadi (frekuensi / kekambuhannya).
Rasional : membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena.
Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler; obstruksi trakeobronkial.
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
 Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Rasional : menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
 Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
Rasional : meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas.
 Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada dan abdomen.
Rasional : untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi dada.
 Masukkan spatel lidah / jalan nafas buatan atau gulungan benda lunak sesuai dengan indikasi.
Rasional : jika memasukkannya di awal untuk membuka rahang, alat ini untuk mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan penghisapan lendir atau memberi sokongan terhadap pernafasan jika diperlukan.
 Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.
 Kolaborasi dalam pemberian tambahan oksigen.
Rasional : dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang.
• Gangguan harga diri / identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol; stigma berkenaan dengan kondisi; ditandai dengan : takut penolakan, perubahan persepsi tentang diri, kurang mengikuti / tidak berpartisipasi pada terapi.
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
 Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukannya. Anjurkan untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan / pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan pengobatan.
 Identifikasi / antisipasi kemungkinan reaksi orang pada keadaan penyakitnya.
Rasional : memberikan kesempatan untuk berespons pada proses pemecahan masalah dan memberikan tindakan kontrol terhadap situasi yang dihadapi.
 Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau yang akan dicapai selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya.
Rasional : memfokuskan pada asfek positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien mulai menerima penanganan terhadap penyakitnya.
 Diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.
Rasional : kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien / orang terdekat dapat merasa berdosa atas keterbatasan penerimaaan terhadap dirinya dan stigma masyarakat. Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.
• Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, salah interpretasi informasi, kurang menginat, ditandai dengan : kurang mengikuti aturan obat, pertanyaan, kurang kontrol aktivitas kejang.
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
 Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit dan perlunya pengobatan / penanganan dalam jangka waktu yang lama sesuai prosedur.
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit yang ada sebagai sesuatu yang dapat ditangani dalam cara hidup yang normal.
 Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakan obat sesuai petunjuk, dan tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dokter. Termasuk petunjuk untuk pengurangan dosis.
Rasional : tidak adanya pemahaman terhadap obat-obatan yang didapat merupakan penyebab dari kejang yang terus menerus tanpa henti.
 Anjurkan pasien untuk memakai gelang / semacam petunjuk yang memberitahukan bahwa anda adalah penderita epilepsi.
Rasional : mempercepat penanganan dan menentukan diagnosa dalam keadaan darurat.
 Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat yang cukup, latihan yang cukup dan hindari bahaya alkohol, kafein dan obat yang dapat menstimulasi kejang.
Rasional : aktivitas yang sedang dan teratur dapat membantu menuurnkan / mengendalikan faktor-faktor predisposisi yang meningkatkan perasaan sehat dan kemampuan koping yang baik dan juga meningkatkan harga diri.
Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan sel otak dan aktivitas kejang sekunder terhadap epilepsi.
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
 Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
Rasional : memberikan gambaran tentang pola perkembangan anak sesuai dengan perkembangan di kelompok usianya.
 Observasi dan berikan kesempatan pada anak untuk memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan anak yang dapat dicapai dan membandingkan dengan pola perkembangan sesuai kelompok usia perkembangan.












DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta.
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta.

Skabies

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi (kepekaan) terhadap Sarcoptes scabiei var. huminis dan produknya (Adhi Djuanda. 2007: 119-120).
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) yang mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Penyebabnya scabies adalah Sarcoptes scabiei (Isa Ma'rufi, Soedjajadi K, Hari B N, 2005, 1, http: //journal.unair.ac.id, diakses tanggal 30 September 2008).
Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei (Buchart, 1997: Rosendal, 1997, 1, http: //journal.unair.ac.id, diakses tanggal 30 September 2008).
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinnim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter. Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Di dalam terowongan ini, kutu bersarang dan mengeluarkan telurnya. Dalam waktu tujuh sampai 14 hari, telur menetas dan membentuk larva yang dapat berubah menjadi nimfa, selanjutnya terbentuk parasit dewasa. Hal yang paling disukai kutu betina adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari kaki dan tangan, siku, pergelangan tangan, bahu, dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memiliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki, muka, dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut.
Faktor penunjang penyakit ini antara lain social ekonomi rendah, hygiene buruk, sering berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografis serta ekologik. Penularan penyakit skabies inidapat terjadi scara langsung maupun tidak langsung, karenanya tak heran jika penyakit gudik (skabies) dapat dijumpai di sebuah keluarga, di kelas sekolah, di asrama, di pesantren. Adapun cara penularannya adalah sebagai berikut :
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dll.
Penularan biasanya oleh sarcoptes betina yang telah dibuahi atau dalam bentuk larva. Dikenal juga dengan Sarcoptes scabei varian animals yang kadang- kadang dapat menulari manusia, terutama pada orang yang memelihara hewan seperti anjing.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada. Penularan scabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Dibeberapa sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari mereka telah mendapatkan pengobatan skabisid.
Pengklasifikasian dari skabes ini terbagi atas :
A. Scabies pada orang bersih, yaitu ditandai dengan lesi berupa papul dn terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga jarang dijumpai.
B. Scabies nodular, yaitu lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genetala laki-laki. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau scabies.
C. Scabies yang ditularkan melalui hewan,yaitu sumber utamanya adalah anjing, kelainan ini berbeda dengan scabies manusia karena tidak terdapat terowongan, tidak menyeang sela jari dan genetalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak dengan binatang kesayangannya. Kelainan ini hanya bersifat sementara karena kutu binatang tidak dapat melanutkan siklus hidupnya pada manusia.
D. Scabies pada bayi dan anak, yaitu lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki, dan sering trjadi infeksi sekunder impetigo sehingga terowomgan jarang ditemukan.
E. Scabies terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering menyerang pada penderita penyakit kronis dan pada orang yang lanut usia yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur terus. Sehingga orang itu dapat menderita scabies dengan lesi yang terbatas.
F. Scabies Norwegia atau scabies krustosa, ini ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,skuama generaisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predleksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong,siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang disertai distrofi kuku, namun rasa gatal tidak terlalu menonjl tetapi sangat menular karena jumlah tungau yang menginfeksi sangat banyak (ribuan).
Konsep Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia (Adhi Juanda, dkk, 2000). Menurut Price dan Wilson (1995), kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia yang membungkus otot-otot dan organ dalam tubuh. Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, dermis, dan lemak subkutan (Price and Wilson, 1995). Berikut akan di uraikan mengenai masing-masing lapisan
a. Lapisan epidermis (kutikel)
Bagian ini merupakan lapisan yang terluar dari kulit dan terdiri dari lima lapisan (lima stratum) yaitu : stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale (Adi Juanda, dkk, 2000).
1). Stratum korneum (lapisan tanduk), terletak paling luar dan terdiri dari beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk) (Adhi Juanda, dkk, 2000).
2). Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan korneum, selnya pipih, sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar (Syaifuddin, 1996).
3). Stratum granulosum (lapisan keratohidin), merupakan dua atau lapisan sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kakr dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir ini terdiri atas keratohialin dimana sel mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Lapisan ini juga tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki (Adhi Juanda, dkk, 2000).
4). Stratum spinosum (stratum malphigi) disebut juga pickle cell layel. Merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm dan terdiri dari s-8 lapisan. Jika dilihat di bawah mikroskop sel-selnya berbentuk polygonal / banyak sudut dan mempunyai tanduk (spina) (Syaifuddin, 1998).
5). Stratum basale, terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnas) yang tersusun vertical pada perbatasan derma epidermal, berbaris seperti pagar. Lapisan ini merupakan lapisan epidermis paling bawah (Adhi Juanda, dkk, 2000).
Gambar Anatomi Kulit




b. Lapisan dermis (korium)
Merupakan lapisan di bawah epidermis yang tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi ranting-ranting pembuluh darah kapiler. Di dalam dermis terdapat ujung akhir saraf sensoris dan kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dengan jumlah banyak (Pearce, 2000).
c. Lapisan subkutis (hypodermis)
Merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar dan berisi sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplas lemak yang bertambah lapisan sel-sel lemak disebut poni kulus adipose yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening (Adhi Juanda, dkk, 2000).
2. Fisiologi Kulit
Kulit sebagai organ paling luar dari tubuh manusia selain mempunyai fungsi utama untuk menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain yaitu estetika, ras, indicator sistemik, dan sarana komunikasi non verbal antara satu dengan yang lain (Adhi Juanda, dkk, 2000).
Dibawah ini akan penulis uraikan satu persatu fungsi kulit bagi kehidupan manusia (Adhi Juanda, dkk, 2000) :
a. Fungsi proteksi
Dalam fungsi ini kulit melindungi tubuh dari gangguan luar baik berupa fisik maupun mekanik seperti gesekan, tarikan dan tekanan. Proteksi Terhadap gangguan kimia seperti zat-zat kimia iritan : asam/asa kuat, lisol, karbol, dan gangguan dari panas seperti radiasi dan sinar ultraviolet. Selain itu juga proteksi terhadap gangguan dari mikroorganisme, seperti jamur, bakteri, dan virus.
b. Fungsi absorbs
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, laruran dan benda padat, tetapi larutan yang mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi larutan yang mudah menguap lebih cepat diserap begitu juga zat yang larut di dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap CO2, O2 dan H2O
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian dalam fungsi respirasi. Kemampuan absorbsinya dipengaruhi tebal tipisnya kulit, jenis hidrasi dan kelelmbaban.
c. Fungsi eksresi
Kulit mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme yang tidak berguna seperti Nacl, Ured, Asam urat, dan amonid. Sebum yang diproduksi meminyaki kulit dan menahan evaporasi (penguapan air), sehingga kulit tidak menjadi kering. Dengan diproduksinya lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada pH kulit 5 – 6,8.
d. Fungsi persepsi
Adapun ujung-ujung saraf pada dermis dan subkutis memungkinkan kulit menjadi indera persepsi panas, dingin, rabaan, dan tekanan.
e. Fungsi pengatur suhu (termoregulasi)
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah dikulit.
f. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen disebut melanosit yang terdapat distratum basale. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosom) menentukan warna kulit ras dan individu.
g. Fungsi keratinisasi
keratiniasi merupakan perubahan keratonis menjadi sel tanduk. Proses kreatinisasi ini berlangsung terus menrus sepanjang kehidupan. Lamanya proses ini berlangsung 14 – 21 hari yang memberikan perlindungan terhadap infeksi secara mekanik fisiologis.
h. Fungsi pengubahan pro vitamin D
Dengan bantuan sinar matahari (ultra violet) kulit dapat mengubah dan dihidruksi kolesterol (pro vitamin D) menjadi vitamin D.
i. Fungsi kosmetik
Tanpa diragukan lagi, kulit memberikan arti penting bagi estetika individu sehingga kulit yang sehat akan memberikan performance
B. Etiologi Skabies
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian hominis. Sarcoptesscabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7-14 hari.Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang penyakit skabies ini.
C. Manifestasi klinis
D. Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut :
- Pruritus nktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
- Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seliruhanggota eluarga.
- Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm, pada uung menjadi pimorfi (pustu, ekskoriosi). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum komeum tpis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan ulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.
- Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat ditemikan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Pada pasien yang selalu menjaga hgiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jia penyakit berlangsung lama, dapat tmbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulsis.
D. Patofisiologi Skabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan leh sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat it kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.


E. Pemeriksaan penunjang
Cara menemukan tungau :
- Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papul atau vesiel. Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek, lalu tutup dengan aca penutup dan lhat dengan mikroskop cahaya.
- Dengan cara menyikat dengan siat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
- Dengan membuat bipsi irisan, caranya ; jepit lesidengan 2 jari kemudian buat irisa tipis dengan pisau dan periksa dengan miroskop cahaya.
- Dengan biopsy eksisional dan diperiska dengan pewarnaan HE.
F. Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
Jenis obat topical :
- Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan efektif. Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur, berbau, mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi.
- Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
- Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losio, termasuk obat pilihan arena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan wanta hamil karena toksi terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cup sekali dalam 8 jam. Jika masihada gejala, diulangi seminggu kemudian.
- Krokamiton 10% dalamkrim atau losio mempunyaidua efek sebagai antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim( eurax) hanya efetif pada 50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dbersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir.
- Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman arena sangat mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia.
- Pemberian antibitika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya bernanah di area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan.













BAB II
ASKEP PADA KASUS SKABIES
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S
DENGAN SKABIES
DI BANGSAL ………………., RS ………………..
A. Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan di bangsal bedah :
I. Biodata
a. Identitas pasien
Nama : Tn. K
TTL : -
Umur : -
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : -
Agama : -
Suku : -
Pendidikan : -
Diagnosa medis : Skabies
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Ny. S
TTL : -
Umur : -
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : -
Agama : -
Suku : -
Pendidikan : -
Hub. dengan pasien : istri
II. Riwyat kesehatan
a. Keluhan utama
Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal terutama pada malam hari.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena alergi
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami yaitu kurap, kudis.
III. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeliobat di tko obat terdeat atauapabila tidak terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
b. Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi di tempat tidur
Keterangan
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
c. Pola istirahat tidur
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada malam hari.
d. Pola nutrisi metabolik
Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
e. Pola elimnesi
Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna kuning bau khas dan BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih.
f. Pola kognitif perceptual
Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan penglihatan normal.
g. Pola peran hubungan
1. status perkawinan : menikah
2. Pekerjaan : petani
3. kualitas aktivitas :sebelum sakit klien rajin ke sawah untuk menggarap sawahnya
4. Sistem dukungan : istri dan anaknya
h. Pola nilai dan kepercayaan
Klien beragama islam, ibadah dilakukan secara rutin.
i. Pola konep diri
1. Harga diri : tidak terganggu
2. Ideal diri : tidak terganggu
3. Identitas diri : terganggu, karena merasa malu akibat penyakit yang dideritanya
4. Gambaran diri : tidak terganggu
5. Peran diri : tidak terganggu
j. Pola seksual reproduksi
Pada klien scabies mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.
k. Pola koping
1. Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa gatal, dan pasien menjadi malas untuk bekerja.
2. Kehilangan atau perubahan yang terjadi
perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Takut terhadap kekerasan : tidak
4. Pandangan terhadap masa depan
klien optimis untuk sembuh
IV. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda-tanda vital
Suhu : ? 36ºC
Nadi : ? 70 x/menit
TD : systole ? 110mmHg, diastole ? 60 mmHg
RR : ? 16 x/menit
b. Keadaan umum
Keadaan umum tergantung pada berat ringannya penyakit yang dialami oleh klien dari kmposmentis apatis, samnolen, delirium, spoor, dan koma.
c. Pemeriksaan Head to Toe
1. Kulit dan rambut
- Inspeksi :
Warna kulit : normal, ada lesi
Jumlah rambut : lebat, tidak rontok
Warna rambut : hitam
Kebersihan rambut : krang bersih, ada ketombe
- Palpasi :
Suhu ? 36ºC
Warna kulit sawo matang, turgor kuit baik, kulit lembab, ada edema, ada lesi.
2. Kepala
- Inspeksi :
Bentuk simetris antara kanan dan kiri
Bentuk kepala lonjong, tidak ada lesi
- Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan
3. Mata
- Inspeksi : bentuk bola mata bulat, simetris antara kanan dan kiri, sklera berwarna putih, kkonjungtiva merah muda.
4. Telinga
- Inspeksi : ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri, tidak ada serumen pada lubang telinga
- Palpasi : tidak ada benjolan
5. Hidung
- Inspeksi : simetris, tidak ada secret, tidak ada lesi
- Palpasi : tidak ada benjolan
6. Mulut
- Inspeksi : bentuk mulut simetris, lidah bersih gigi bersih
7. Leher
- Inspeksi : bentuk leher nrmal, tidak ada pembesaran kelenar tiroid
- Palpasi : suara jelas, tidak sesak
8. Paru
- Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri
- Palpasi : getaran rocal femitus sama antara kanan dan kiri
- Perusi : resonan
- Auskultasi : normal
9. Abdomen
- Inspeksi : perut datar, simetris
- Palpasi : getaran rocal femitus sama antara kanan dan kiri
10. Ekstermitas
- Atas : lengkap, tidak ada kelainan
- Bawah : lengap normal
B. Diagnosa keperawatan
1. Data focus
Data objektif :
Badan pasien teraba hangat
Klien tampak gelisah
Klien tampak cemas
Klien tampak menahan gatal
Klien tampak
Klien merasa malu dengan penyakit yang dialaminya
Kantung mata klien terlihat bengkak
Klien sering terbangun dimalam hari karena gatal
Adanya luka dengan puss dikulit
Terdapat eritem (kulit kemerahan)
Adanya lesi dikulit
Suhu : ? 36ºC
Nadi : ? 70 x/menit
TD : systole ? 110mmHg, diastole ? 60 mmHg
RR : ? 16 x/meni
ANALISA DATA
Nama : Tn. K
Symtom Problem Etiologi
1 Do :- Suhu ?36ºC
- Adanya puss
- Adanya eritem (kulit merah)
Nyeri akut Agen cidera biologi
2 Do : – klien sering terbangun dimalam hari karena gatal
- kantung mata klien terlihat bengkak
Gangguan pola tidur Nyeri
3 Do :- klien merasa malu dengan penyakit yang dialaminya Gangguan citra tubuh Perubahan dalam penampilan sekunder
4 Do :- klien tampak resah
- klien tampak gelisah Cemas Perubahan status kasehatan
5 Do :- terdapat luka dengan adanya puss dikulit Resiko infeksi
Jaringan kulit rusak dan prosedur infasif
6 Do :- adanya lesi
- adanya lua dengan puss dikulit Kerusakan integritas kulit Edema
Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biolgi
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampian sekunder
4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5. resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kuit rusak dan prosedur infasif
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
PERENCANAAN
No Dx Tujuan dan karakteristik Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam, diharapkan nyeri klien dapat teratasi dengan KH:
- nyeri terkontrol
- gatal mulai hilang
- puss hilang
- kulit tidak memerah - kaji TTV
- kaji intensitas nyeri, karakteristik dan catat lokasi
- berikan perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingungan yang kurang menyenangkan
- kolaborasi dengan dokter pemberi analgesic
- koaborasi pemberian antibiotika
2. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan tidur klien tida terganggu dengan KH :
- mata klien tidak bengkak lagi
- klien tidak sering terbangun dimalam hari
- klien tidak pucat - kaji tidur klien
- berikan kenyamanan pada klien (kebersihan tempat tidur klien)
- klaborasi dengan dokter pemberia analgeti
- catat banyaknya klien terbangun dimalam hari
- berika lingkungan yang nyamandan kurangi kebisingan
- berikan minum hangat (susu) jika perlu
- beian musik klasik sebagai pengantar tidur
3. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri dengan KH :
- mengungkapan penerimaan atas penyakit yang di alaminya
- mengakui dan memantapkan kembali system dukungan yang ada
- - Dorong individu untuk mengekspresian perasaan khususnya mengenai pikiran, pandangan dirinya
- Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah penanganan, perkembangan kesehatan
-
4. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan klien tidak cemas lagi dengan KH :
- Klien tidak resah
- Klien tampak tenang dan mampu menerima kenyaataan
- Lien mampu mengidentifiasi dan mengungkapkan gejala cemas
- Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan bekurangnya kecemasan
- Identifiasi kecemasan
- Gunakan pendekatan yang menenangan
- Temani pasien untuk memberian keamanan dan mengurangi takut
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Berikan informasi faktual tentang diagnosis, tindakan prognosis
- Berikan obat untuk mengurangi kecamasan
5. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan klien tidak terjadi resiko infeksi dengan KH :
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan dan penatalaksanaannya - Monitor tanda dan gejala infeksi
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan pada pengunjung untk mencuci tangan saatberkunjung dan setelah meninggalkan pasien
- Pertahankan lingkngan aseptic selama pemasangan alat
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan,panas
- Inspeksi kondisi luka
- Berikan terapi anibiotik bila perlu
- Ajarkan cara menghindari infeksi
6. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan elama …. X24jam diharapkan lapisan kulit klien terlihat normal, dengan KH :
- Integritas kulit yang bak dapat dipetahankan (sensasi, elastisitas, temperatur)
- Tidak ada luka atau lesi pada kulit
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit serta perawatan alami
- Perfusi jaringan baik - Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun
DAFTAR PUSTAKA
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.
Anonim. 2007. Skabies (kulit gatal bikn sebel). http://www.cakmoki86.wordpress.com
Anonim. 2008. Skabies. http://www.medlinuk.blogspot.com
Carpenito, Linda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
A. Definisi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinnim dari penyakit ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter. Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Di dalam terowongan ini, kutu bersarang dan mengeluarkan telurnya. Dalam waktu tujuh sampai 14 hari, telur menetas dan membentuk larva yang dapat berubah menjadi nimfa, selanjutnya terbentuk parasit dewasa. Hal yang paling disukai kutu betina adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari kaki dan tangan, siku, pergelangan tangan, bahu, dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memiliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki, muka, dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut.
Faktor penunjang penyakit ini antara lain social ekonomi rendah, hygiene buruk, sering berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografis serta ekologik. Penularan penyakit skabies inidapat terjadi scara langsung maupun tidak langsung, karenanya tak heran jika penyakit gudik (skabies) dapat dijumpai di sebuah keluarga, di kelas sekolah, di asrama, di pesantren. Adapun cara penularannya adalah sebagai berikut :
- Kontak langsung (kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual.
- Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dll.
Penularan biasanya oleh sarcoptes betina yang telah dibuahi atau dalam bentuk larva. Dikenal juga dengan Sarcoptes scabei varian animals yang kadang- kadang dapat menulari manusia, terutama pada orang yang memelihara hewan seperti anjing.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada. Penularan scabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Dibeberapa sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari mereka telah mendapatkan pengobatan skabisid.
Pengklasifikasian dari skabes ini terbagi atas :
- Scabies pada orang bersih, yaitu ditandai dengan lesi berupa papul dn terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga jarang dijumpai.
- Scabies nodular, yaitu lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genetala laki-laki. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau scabies.
- Scabies yang ditularkan melalui hewan,yaitu sumber utamanya adalah anjing, kelainan ini berbeda dengan scabies manusia karena tidak terdapat terowongan, tidak menyeang sela jari dan genetalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak dengan binatang kesayangannya. Kelainan ini hanya bersifat sementara karena kutu binatang tidak dapat melanutkan siklus hidupnya pada manusia.
- Scabies pada bayi dan anak, yaitu lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki, dan sering trjadi infeksi sekunder impetigo sehingga terowomgan jarang ditemukan.
- Scabies terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering menyerang pada penderita penyakit kronis dan pada orang yang lanut usia yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur terus. Sehingga orang itu dapat menderita scabies dengan lesi yang terbatas.
- Scabies Norwegia atau scabies krustosa, ini ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,skuama generaisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predleksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong,siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang disertai distrofi kuku, namun rasa gatal tidak terlalu menonjl tetapi sangat menular karena jumlah tungau yang menginfeksi sangat banyak (ribuan).
B. Etiologi Skabies
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian hominis. Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7-14 hari.Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang penyakit skabies ini.
C. Manifestasi klinis
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut :
- Pruritus nktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
- Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seliruhanggota eluarga.
- Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm, pada uung menjadi pimorfi (pustu, ekskoriosi). Tempat predileksi biasanya daerah dengan stratum komeum tpis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan ulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.
- Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat ditemikan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Pada pasien yang selalu menjaga hgiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jia penyakit berlangsung lama, dapat tmbul likenifikasi, impetigo, dan furunkulsis.
D. Patofisiologi Skabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan leh sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat it kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.
E. Pemeriksaan penunjang
Cara menemukan tungau :
- Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papul atau vesiel. Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek, lalu tutup dengan aca penutup dan lhat dengan mikroskop cahaya.
- Dengan cara menyikat dengan siat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
- Dengan membuat bipsi irisan, caranya ; jepit lesidengan 2 jari kemudian buat irisa tipis dengan pisau dan periksa dengan miroskop cahaya.
- Dengan biopsy eksisional dan diperiska dengan pewarnaan HE.
F. Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
Jenis obat topical :
- Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan efektif. Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur, berbau, mengotori pakaian dan dapat menimbulkan iritasi.
- Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
- Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losio, termasuk obat pilihan arena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan wanta hamil karena toksi terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cup sekali dalam 8 jam. Jika masihada gejala, diulangi seminggu kemudian.
- Krokamiton 10% dalamkrim atau losio mempunyaidua efek sebagai antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim( eurax) hanya efetif pada 50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dbersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir.
- Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman arena sangat mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia.
- Pemberian antibitika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya bernanah di area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan.
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S
DENGAN SKABIES
DI BANGSAL ………………., RS ………………..
A. Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan di bangsal bedah :
I. Biodata
a. Identitas pasien
Nama : Tn. K
TTL : -
Umur : -
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : -
Agama : -
Suku : -
Pendidikan : -
Diagnosa medis : Skabies
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Ny. S
TTL : -
Umur : -
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : -
Agama : -
Suku : -
Pendidikan : -
Hub. dengan pasien : istri
II. Riwyat kesehatan
a. Keluhan utama
Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal terutama pada malam hari.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena alergi
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami yaitu kurap, kudis.
III. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeliobat di tko obat terdeat atauapabila tidak terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
b. Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi di tempat tidur
Keterangan
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
c. Pola istirahat tidur
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada malam hari.
d. Pola nutrisi metabolik
Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
e. Pola elimnesi
Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna kuning bau khas dan BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih.
f. Pola kognitif perceptual
Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan penglihatan normal.
g. Pola peran hubungan
1. status perkawinan : menikah
2. Pekerjaan : petani
3. kualitas aktivitas :sebelum sakit klien rajin ke sawah untuk menggarap sawahnya
4. Sistem dukungan : istri dan anaknya
h. Pola nilai dan kepercayaan
Klien beragama islam, ibadah dilakukan secara rutin.
i. Pola konep diri
1. Harga diri : tidak terganggu
2. Ideal diri : tidak terganggu
3. Identitas diri : terganggu, karena merasa malu akibat penyakit yang dideritanya
4. Gambaran diri : tidak terganggu
5. Peran diri : tidak terganggu
j. Pola seksual reproduksi
Pada klien scabies mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.
k. Pola koping
1. Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa gatal, dan pasien menjadi malas untuk bekerja.
2. Kehilangan atau perubahan yang terjadi
perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Takut terhadap kekerasan : tidak
4. Pandangan terhadap masa depan
klien optimis untuk sembuh
IV. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda-tanda vital
Suhu : ? 36ºC
Nadi : ? 70 x/menit
TD : systole ? 110mmHg, diastole ? 60 mmHg
RR : ? 16 x/menit
b. Keadaan umum
Keadaan umum tergantung pada berat ringannya penyakit yang dialami oleh klien dari kmposmentis apatis, samnolen, delirium, spoor, dan koma.
c. Pemeriksaan Head to Toe
1. Kulit dan rambut
- Inspeksi :
Warna kulit : normal, ada lesi
Jumlah rambut : lebat, tidak rontok
Warna rambut : hitam
Kebersihan rambut : krang bersih, ada ketombe
- Palpasi :
Suhu ? 36ºC
Warna kulit sawo matang, turgor kuit baik, kulit lembab, ada edema, ada lesi.
2. Kepala
- Inspeksi :
? Bentuk simetris antara kanan dan kiri
? Bentuk kepala lonjong, tidak ada lesi
- Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan
3. Mata
- Inspeksi : bentuk bola mata bulat, simetris antara kanan dan kiri, sklera berwarna putih, kkonjungtiva merah muda.
4. Telinga
- Inspeksi : ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri, tidak ada serumen pada lubang telinga
- Palpasi : tidak ada benjolan
5. Hidung
- Inspeksi : simetris, tidak ada secret, tidak ada lesi
- Palpasi : tidak ada benjolan
6. Mulut
- Inspeksi : bentuk mulut simetris, lidah bersih gigi bersih
7. Leher
- Inspeksi : bentuk leher nrmal, tidak ada pembesaran kelenar tiroid
- Palpasi : suara jelas, tidak sesak
8. Paru
- Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri
- Palpasi : getaran rocal femitus sama antara kanan dan kiri
- Perusi : resonan
- Auskultasi : normal
9. Abdomen
- Inspeksi : perut datar, simetris
- Palpasi : getaran rocal femitus sama antara kanan dan kiri
10. Ekstermitas
- Atas : lengkap, tidak ada kelainan
- Bawah : lengap normal
B. Diagnosa keperawatan
1. Data focus
Data objektif :
Badan pasien teraba hangat
Klien tampak gelisah
Klien tampak cemas
Klien tampak menahan gatal
Klien tampak
Klien merasa malu dengan penyakit yang dialaminya
Kantung mata klien terlihat bengkak
Klien sering terbangun dimalam hari karena gatal
Adanya luka dengan puss dikulit
Terdapat eritem (kulit kemerahan)
Adanya lesi dikulit
Suhu : ? 36ºC
Nadi : ? 70 x/menit
TD : systole ? 110mmHg, diastole ? 60 mmHg
RR : ? 16 x/meni
ANALISA DATA
Nama : Tn. K
Symtom Problem Etiologi
1 Do :- Suhu ?36ºC
- Adanya puss
- Adanya eritem (kulit merah)
Nyeri akut Agen cidera biologi
2 Do : – klien sering terbangun dimalam hari karena gatal
- kantung mata klien terlihat bengkak
Gangguan pola tidur Nyeri
3 Do :- klien merasa malu dengan penyakit yang dialaminya Gangguan citra tubuh Perubahan dalam penampilan sekunder
4 Do :- klien tampak resah
- klien tampak gelisah Cemas Perubahan status kasehatan
5 Do :- terdapat luka dengan adanya puss dikulit Resiko infeksi
Jaringan kulit rusak dan prosedur infasif
6 Do :- adanya lesi
- adanya lua dengan puss dikulit Kerusakan integritas kulit Edema
Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biolgi
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampian sekunder
4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5. resiko infeksi berhubungan dengan jaringan kuit rusak dan prosedur infasif
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
PERENCANAAN
No Dx Tujuan dan karakteristik Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam, diharapkan nyeri klien dapat teratasi dengan KH:
- nyeri terkontrol
- gatal mulai hilang
- puss hilang
- kulit tidak memerah - kaji TTV
- kaji intensitas nyeri, karakteristik dan catat lokasi
- berikan perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingungan yang kurang menyenangkan
- kolaborasi dengan dokter pemberi analgesic
- koaborasi pemberian antibiotika
2. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan tidur klien tida terganggu dengan KH :
- mata klien tidak bengkak lagi
- klien tidak sering terbangun dimalam hari
- klien tidak pucat - kaji tidur klien
- berikan kenyamanan pada klien (kebersihan tempat tidur klien)
- klaborasi dengan dokter pemberia analgeti
- catat banyaknya klien terbangun dimalam hari
- berika lingkungan yang nyamandan kurangi kebisingan
- berikan minum hangat (susu) jika perlu
- beian musik klasik sebagai pengantar tidur
3. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan citra diri dengan KH :
- mengungkapan penerimaan atas penyakit yang di alaminya
- mengakui dan memantapkan kembali system dukungan yang ada
- - Dorong individu untuk mengekspresian perasaan khususnya mengenai pikiran, pandangan dirinya
- Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah penanganan, perkembangan kesehatan
4. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan klien tidak cemas lagi dengan KH :
- Klien tidak resah
- Klien tampak tenang dan mampu menerima kenyaataan
- Lien mampu mengidentifiasi dan mengungkapkan gejala cemas
- Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan bekurangnya kecemasan
- Identifiasi kecemasan
- Gunakan pendekatan yang menenangan
- Temani pasien untuk memberian keamanan dan mengurangi takut
- Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Berikan informasi faktual tentang diagnosis, tindakan prognosis
- Berikan obat untuk mengurangi kecamasan
5. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama …. X24jam diharapkan klien tidak terjadi resiko infeksi dengan KH :
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan dan penatalaksanaannya - Monitor tanda dan gejala infeksi
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan pada pengunjung untk mencuci tangan saatberkunjung dan setelah meninggalkan
pasien
- Pertahankan lingkngan aseptic selama pemasangan alat
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan,panas
- Inspeksi kondisi luka
- Berikan terapi anibiotik bila perlu
- Ajarkan cara menghindari infeksi
6. Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan elama …. X24jam diharapkan lapisan kulit klien terlihat normal, dengan KH :
- Integritas kulit yang bak dapat dipetahankan (sensasi, elastisitas, temperatur)
- Tidak ada luka atau lesi pada kulit
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit serta perawatan alami
- Perfusi jaringan baik - Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun











DAFTAR PUSTAKA
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.
Anonim. 2007. Skabies (kulit gatal bikn sebel). http://www.cakmoki86.wordpress.com
Anonim. 2008. Skabies. http://www.medlinuk.blogspot.com
Carpenito, Linda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.