Jumat, 02 April 2010

Asuhan keperawatan amputasi humerus

BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI AMPUTASI
Amputasi adalah penghilangan sebagian atau keseluruhan ekstremitas karena trauma atau pembedahan. Dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan hidup.
Secara umum, amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana sedapat mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada beberapa kondisi, antara lain pada sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua struktur lokal di ekstremitas, amputasi merupakan pilihan. Pada sarkoma jaringan lunak ekstremitas bawah dari tulang, sekitar 20-40% rytembutuhkan amputasi.
Amputasi adalah penghilangan ujung anggota tubuh oleh trauma fisik atau operasi. Sebagai ukuran medis, amputasi digunakan untuk memeriksa rasa sakit atau proses penyebaran penyakit dalam kelenjar yang terpengaruh, misalnya pada malignancy atau gangrene. Dalam beberapa kasus amputasi dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut menyebar lebih jauh dalam tubuh. Dalam beberapa negara Islam, amputasi tangan atau kaki kadang digunakan sebagai bentuk hukuman bagi para kriminal. Dalam beberapa budaya dan agama, amputasi minor atau mutilasi dianggap sebagai suatu pencapaian spiritual.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang membentuk rangka penujnjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoetik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organic (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari oeteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyamn terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan pada inserasi ligamentum atau tendon. Tumor osteosarkoma terdiri dari ulang anyaman.

Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang.
Diafisis atau batang, adalah bagian engah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh ulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-anak, sumsum merah mengisi sebagia besa bagian dalam dari tulang panjang, teapi kemudian diganti oleh sumsum kuning siring dengan semakin dewasanya anak tersebut. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis yang letaknya dekat sendi ulang panjang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti.
Tulang adalah suau jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel : Osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang mengandung peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatse alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasa untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyk yang memungkinkan minerl dan matriks tulang dapat diabsorpsi.osteoklas mengikis tulang.




C. ETIOLOGI
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan artherosklerosis, Diabetes Mellitus.
2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan kongenital.

D. METODE AMPUTASI
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.
3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena trauma amputasi.

E. TINGKATAN AMPUTASI
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

F. PENATALAKSANAAN AMPUTASI
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri. Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

G. DAMPAK MASALAH TERHADAP SISTEM TUBUH.
Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
b. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.


BAB II
PENDIDIKAN KESEHATAN TINDAKAN OPERASI

1. Konsep Umum Pedidikan Kesehatan (Penkes)
a. Definisi
Pendidikan kesehatan merupakan gambaran penting dan bagian dari peran perawat yang professional dalam upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit (Preventif) yang telah dilakukan sejak jaman Florence Nighthingde pada tahun 1959. Pendidikan kesehatan juga merupakan bentuk kegiatan dan pelayanan keperawatan yang dapat dilakukan di Rumah sakit atau pun Non-klinik.
b. Tujuan
Tujuannya adalah untuk meningkatkan perilaku sehat individu maupun masyarakat tentang pengetahuan yang relevan dengan intervensi dan strategi pemeliharaan derajat kesehatan, pengetahuan penyakit, serta mengelola (Memberikan perawatan) penyakit kronis di rumah. Pendidikan kesehatan tidak hanya memberikan informasi saja, tetapi yang penting adalah menciptakan kegiatan yang dapat memandirikan seseorang untuk mengambil keputusan terhadap masalah kesehatan yang dihadapi. (Duryea E.J 1983)
2. Peran Perawat Dalam Pendidikan Kesehatan (Swanson E.J 1997)
a. Advokat
b. Pemberi Perawatan (Caregiver)
c. Manager Khusus
d. Konsultan
e. Pendidik
f. Perantara Informasi
g. Mediator
3. Pendidikan Kesehatan yang Akan Diberikan :
a. Perencanaan Keperawatan pada Amputasi Pra Operasi dan Pasca Operasi
b. Perawatan di Rumah untuk :
1) Efek dari prosedur diagnostic maupun pengobatan.
2) Pendidikan kesehatan di rumah dengan klien amputasi
4. Penjelasan
a. Perencanaan Keperawatan pada Amputasi Humerus
b. Pemulihan Nyeri serta Gangguan Rasa Nyaman
Manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi serta sentuhan emosional lembut pada kulit. Terapi farmakologis dapat digunakan untuk mengontrol nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien. Perawat da klien bekerja sama untuk merancang program manajemen nyeri yang paling efektif dan perawat member dukungan selama prosedur yang menyakitkan.
c. Pemenuhan Nutrisi yang Adekuat dan Seimbang
Karena Kehilangan selera makan akibat mual dan muntah sebagai efek samping dari prosedur diagnostic maupun pengobatan, klien perlu diberikan nutrisi yang memadai untuk mempercepat penyembuhan dan kesehatan. Antiemetik dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Stomatitis dapat di control dengan obat kumur anestetik atau anti jamur. Hidrasi yang memadai sangat penting. Suplemen nutrisi atau nutrisi parental total dapat diprogramkan untuk mendapatkan nutrisi yang memadai.
d. Penurunan Resiko Cedera Agar Tidak Terjadi Fraktur Patologis
Selama asuhan keperawatan, tulang yang sakit harus disangga dan ditangani dengan lembut. Contohnya, penyangga luar dapat dipakai untuk perlindungan tampahan, pembatasan beban berat badan, dank lien diajarkan bagaimana menggunakan alat bantu dengan aman dan bagaimana memperkuat ekstremitas yang sehat.
e. Meningkatkan Pertumbuhan Integritas Kulit
Perawatan luka dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan integritas kulit. Balutan luka nontraumatik dan aseptic akan mempercepat penyembuhan.
f. Peningkatan Mobilitas
Mengubah Posisi klien sesering mungkin akan mengurangi insiden kerusakan kulit akibat tekanan. tempat tidur terapeutik khusus diperlukan untuk mencegah kerusakan kulit dan memperbaiki penyembuhan luka setelah operasi.
g. Pemeliharaan Perawatan Mandiri
Alat dan sarana yang dibutuhkan klien perlu dimodifikasi sesuai kebutuhan yang klien perlukan. Penting untuk mendorong dukungan psikologis klien agar klien dengan senang hati melakukan perawatan mandiri.
h. Perbaikan Citra Diri
Klien harus berpartisipasi dalam perencanaan aktivitas harian. Keterlibatan klien dengan keluarganya sepanjang terapi dapat mendorong kepercayaan diri, pengembalian konsep diri, dan perasaan klien sehingga dapat mengontrol hhidupnya sendiri.
i. Peningkatan Kondisi Psikologis Klien
Mereka membutuhkan dukungan dan perasaan diterima agar mereka mampu menerima dampak dari amputasi tersebut. Konsultasi dengan perawat psikiatri, ahli psikologi, konselor, atau rohaniwan.
j. Pemenuhan Informasi dan Pengetahuan tentang Prosedur Perawatan dan Penatalaksanaan.
Penyuluhan klien ditujukan pada pengobatan, pembalutan, dan program terapi fisik dan okupasi. Penggunaan peralatan khusus secara aman harus dijelaskan. Klien dan keluarga harus mempelajari tanda dan gejala kemungkinan komplikasi.
5. Perencanaan Keperawatan pada Amputasi Pra Operasi dan Pasca Operasi
a. Pra Operasi
Beritahu klien dengan benar dan dukung klien bahwa akan dilakukan amputasi untuk kebaikan klien. Beritahu klien dan keluarga tentang prosedur operasi yang akan dilakukan. Beritahu klien akan dipasang alat bantu setelah operasi. Perawat memberikan dukungan agar klien mampu mengahadapi operasi dengan tenang.
b. Pasca Operasi
1) Meredakan Nyeri
Manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi serta sentuhan emosional lembut pada kulit. Terapi farmakologis dapat digunakan untuk mengontrol nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien. Perawat da klien bekerja sama untuk merancang program manajemen nyeri yang paling efektif dan perawat member dukungan selama prosedur yang menyakitkan.
2) Mempercepat penyembuhan luka
Tungkai sisa harus ditangani dengan lembut. Setiap kali penggantian balutan, diperlukan teknik aseptic untuk mencegah infeksi luka dan kemungkinan osteomilitis. Drain dapat diangkat jika sudah tidak efektif yaitu 2x24 jam sedangkan jahitan dapat diangkat setelah 10-14 hari.
3) Memperbaiki citra tubuh
Perawat yang telah membangun hubungan saling percaya dengan klien sebaiknya berkomunikasi mengenai penerimaan klien yang baru menjalani amputasi. Klien didorong untuk melihat, merasakan, dan kemidian melakukan perawatan pada sisa tungkai.
4) Mengatasi berduka
Perawat harus memahami perasaan klien dan mendengarkan dan memberikan dukungan. Perawat harus menciptakan suasana penerimaan dan dukungan dimana klien dan keluarganya didorong untuk mengekspresikan dan berbagi perasaanya dan menjalani proses bersedih. Dukungan dari keluarga dan sahabat dapat meningkatkan penerimaan pada kehilangan.
5) Perawatan mandiri
Klien didorong untuk aktif dalam melaksanakan perawatan diri. Klien dan perawat harus menjaga tingkah laku yang positif dan meminimalkan keletihan dan frustasi selama proses belajar.
6) Pengembalian mobilitas fisik
Klien memfleksikan dan mengekstensikan lengan saat membawa beban berat, melakukan dorongan sementara dalam posisi terlentang dan sit up ketika duduk akan memperkuat otot trisep, Klien belajar jalan dengan tongkat atau pun dengan kaki palsu, serta posisi-posisi tang benar.
7) Latihan pasca operasi : Latihan Rentang gerak, ROM, dll.
8) Pembentukan dan pengondisian sisa tungkai : Pembalutan dan masase.
9) Pemantauan dan penanganan komplikasi potensia
10) Rehabilitasi
6. Perawatan di Rumah:
a. Efek dari prosedur diagnostic maupun pengobatan
1) Pendidikan kesehatan di rumah pada klien dengan Amputasi humerus.
Pendidikan klien ditujukan pada pengobatan, pembalutan, dan program terapi, selain program terapi fisiki. Penggunaan peralatan khusus secara aman harus dijelaskan. Klien dan keluarganya harus mempelajari tanda dan gejala kemungkinan komplikasi. Klien diminta untuk mencatat nimor telepon orang yang dapat segera dihubungi bila sewaktu waktu timbul masalah. Perlunya supervisi kesehatan jangka panjang untuk meyakinkan telah terjadi penyembuhan atau untuk mendeteksi kekambuhan tumor atau metastasis.
7. Konsep Etik Legal
a. Non- Maleficence
1) Terpenuhi prinsip ini saat petugas kesehatan tidak melakukan sesuatu yang membahayakan bagi pasien (do no harm) disadari atau tidak disadari.
2) Melindungi dirinya sendiri, seperti anak kecil, tidak sadar, gangguan mental, dll.
b. Respect for Autonomy
1) Hak untuk menentukan diri sendiri, kemerdekaan, dan kebebasan.
2) Hak pasien untuk menentukan keputusan kesehatan untuk dirinya.
3) Otonomy bukan kebebasan absolut tetapi tergantung kondisi. Keterbatasan muncul saat hak, kesehatan atau kesejahteraan orang lain terganggu.
c. Beneficence
1) Tujuan utama tim kesehatan untuk memberikan sesuatu yang terbaik untuk pasien.
2) Perawatan yang baik memerlukan pendekatan yang holistic pada pasien, meliputi menghargai pada keyakinan, perasaan, keinginan juga pada keluarga dan orang yang berarti.
d. Justice
Termasuk fairness dan equality


BAB III
MANAJEMENT OPERASI

Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap pre-operatif, tahap intra-operatif, dan pada tahap post-operati
A. Pre Operatif
1. Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
2. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi
a. Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.
b. Pengkajian Fisik
1) Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
2) Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum Lokasi amputasi Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif.
Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral

c. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
1) Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
2) Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
3) Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
4) Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini
d. Laboratorik
1) Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung

3. Mengatasi nyeri
a. Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
b. Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
c. Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar mengenakan kaki protese. Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efekti
4. Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam untuk mencegah kontraktur
a. Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki (yang sehat), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
b. Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
5. Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
a. Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
b. Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu (karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka)
c. Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
d. Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam.




B. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan. Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif. Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi

BAB IV
MONITORING POST OPERASI

A. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas merupakan tindakan yang mengancam jiwa. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka.
Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
BAB V
PERAWATAN AMPUTASI HUMERUS

Amputasi ditawarkan kesempatan untuk memanipulasi lingkungan fisik dari pada luka selama penyembuhan. Balutan yang halus, pengawasan terhadap ruangan di sekitar, balutan yang lembut, dan traksi kulit merupakan metode yang dapat diterangkan. Penggunaan balutan yang halus akan mengontrol udem, mencegah trauma, menurunkan nyeri, dan membuat mobilisasi lebih awal demikian juga rehabilitasinya. Penggunaan (IPOP) prosthesis segera setelah operasi membuktikan jumlah waktu untuk maturasi ekstremitas menurun dan waktu pemasangan prostetik sebagian besar ahli bedah akan memulai penumpuan berat badan sebagian/parsial setelah terjadi perubahan pertama pada hari ke-5-10. Jika luka nampak steril. Penumpuan berat badan segera setelah Op dapat diawali dilakukan pada pasien tertentu. Balutan kaku dan IPOP harus digunakan secara hati-hati, tapi aplikasi mudah dipelajari oleh para ahli bedah ortopedi. IPOP juga mungkin dipakai pada amputasi ekstremitas atas, dan latihan prostetik awal dengan alat ini diyakini meningkatkan lama penggunaan prostetik.
A. Perawatan Luka
Perawatan luka pada pada kasus amputasi humerus adalah perawatan luka terbuka. Perawatan luka ini dilakukan secara rutin dengan menggunakan NaCl sebagai pembersih.
Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Farmakologi.
Farmakologi ini adalah dengan menggunakan obat-obatan baik obat-obatan opioid atau nonopioid.
2. Non farmakologi
Manajemen nyeri dengan non farmakologi banyak jenisnya, yaitu:
a. Kompres panas-dingin.
b. Pijat refleksi.
c. Imobilisasi.
d. Relaksasi.
e. Umpan balik tubuh.
Adalah mengatasi nyeri dengan memberikan informasi kepada klien tentang respon fisiologis tubuh terhadap nyeri yang dialami klien.
1) Masase kulit.
2) Distraksi
Adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. Macam-macam distraksi yaitu:
a) Distraksi visual.
b) Distraksi pendengaran.
c) Distraksi pernapasan.
d) Distraksi intelektual.
e) Teknik pernapasan.
f) Imajinasi terbimbing.

B. Penatalaksanaan Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakankulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti :
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
b. Halogen dan senyawanya
1) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam.
2) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
3) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
4) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
3. Oksidansia
a. Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.
b. Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
4. Logam berat dan garamnya
a. Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
b. Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)
5. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6. Derivat fenol
a. Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
b. Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
c. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).
d. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptik
4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
e. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
f. Penutupan Luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
g. Pembalutan Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
h. Pemberian Antibiotik prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
i. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan
No Lokasi Waktu
1 Kelopak mata 3 hari
2 Pipi 3-5 hari
3 Hidung, dahi, leher 5 hari
4 Telinga,kulit kepala 5-7 hari
5 Lengan, tungkai, tangan,kaki 7-10+ hari
6 Dada, punggung, abdomen 7-10+ hari


BAB VI
ASUHAN KEPERAWATAN PRA OPERASI

A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Biodata
Nama : -
Usia : -
Jenis Kelamin : -
Alamat : -
Pekerjaan : -
Suku bangsa : -
Diagnosa medis : -
2. Anamnesa
a. Keluhan utama :
b. Riwayat kesehatan
P :
Q :
R :
S :
T :
c. Riwayat kecelakaan : -
d. Riwayat penyakit genetik dan kongenital : -
e. Riwayat penyakit lain : -
f. Riwayat pembedahan pada skeletal : -
g. Riwayat keluarga dengan permasalahan musculoskeletal : -
h. ADL :
i. Lifestyle : -
3. Pengkajian fisik
a. Inspeksi :
b. Palpasi :
c. Auskultasi : -
d. Perkusi : -
e. Pengkajian psikososiospiritual : -
f. Pemeriksaan penunjang : Rontgent

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ansietas yang berhubungan dengan akan dilakukan tindakan amputasi.
2. Resiko gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan amputasi.
3. Kebutuhan pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan tindakan amputasi yang ditandai dengan keluarga klien belum memberitahukan penyakit klien.

C. Intevensi
1. Resiko ansietas yang berhubungan dengan akan dilakukan tindakan amputasi.
a. Tujuan jangka pendek
Kecemasan klien berkurang
b. Tujuan jangka panjang
1) Klien mengenali perasaannya
2) Ansietas klien hilang
c. Intervensi
1) Kaji tanda verbal dan non verbal ansietas. Damping klien dan lakukan tindakan bila klien menunjukkan perilaku merusak.
2) Beri lingkungan dan suasana penuh istirahat.
3) Berikan kesempatan untuk pengungkapan. Dengarkan (dengan cara yang terbuka, tidak menghakimi) untuk mengekspresikan ansietas tentang perubahan citra tubuh.
2. Resiko gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan amputasi
a. Tujuan jangka pendek
Klien dapat berdaptasi dengan kondisi tubuh.
b. Tujuan jangka panjang
Klien dapat menerima kondisi tubuh
c. Intervensi
Mandiri
1) Kaji persiapan klien dan pandangan terhadap amputasi.
2) Dorong ekspresi ketakutan, perasaan negative dan kehilangan bagian tubuh.
3) Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien.
Kolaborasi
Diskusikan tersedianya berbagai sumber seperti konseling psikiatrik.
3. Kebutuhan pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan tindakan amputasi yang ditandai dengan keluarga klien belum memberitahukan penyakit klien.
a. Tujuan jangka pendek
Klien mengetahui penyakit yang diderita
b. Tujuan jangka panjang
1) Klien dapat melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
2) Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang.
3) Instruksikan klien / orang terdekat tentang pengobatan penyakit.
c. Intervensi
1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang.
2) Instruksikan klien / orang terdekat tentang pengobatan penyakit.

BAB VII
ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI

A. Diagnosa Keperawatan
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

B. Perencanaan
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.
2) Jangka Pendek :
a) Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
b) Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
c) ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
d) Klien dapat melakukan ambulasi.
b. Intervensi :
1) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
3) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.
Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.
4) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
5) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.
2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Klien dapat menerima keadaan fisiknya.
2) Jangka Pendek :
a) Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya.
b) Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan otot.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Nyeri berkurang atau hilang
2) Jangka Pendek :
a) Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan
b) Klien menyatakan nyerinya berkurang
c) Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1) Tinggikan posisi stump
Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema dan nyeri.
2) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat perubahan tanda-tanda vital dan emosi.
Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.
3) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau massase dan distraksi.
Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri pada saraf-saraf nyeri.
4) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak atau dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke susunan saraf pusat.
4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
2) Jangka Pendek :
a) Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
b) Kuku pendek dan bersih.
c) Rambut bersih dan rapih
d) Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
e) Klien mengatakan merasa nyaman.
b. Intervensi :
1) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.
Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap hari.
Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan rasa nyaman klien.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.
2) Jangka Pendek :
a) Kulit bersih dan kelembaban cukup.
b) Kulit tidak berwarna merah.
c) Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.
b. Intervensi :
1) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.
Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.

2) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.
Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali
Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat menyebabkan iritasi.
6. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Kontraktur tidak terjadi.
2) Jangka Pendek :
a) Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.
b) Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.
c) Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1) Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan bantal dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok untuk meninggikan puntung.
Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur fleksi dari panggul.
2) Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup membantu mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.
3) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.
Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari pada otot ekstensor.
4) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang tepat.
Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan tonus otot.
7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.
a. Tujuan :
1) Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi
2) Jangka Pendek :
a) Luka bersih dan kering
b) Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.
c) Tanda-tanda vital normal
d) Nilai leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)
b. Intervensi :
1) Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat ditanggulangi.
2) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.
3) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak terkontaminasi oleh kuman dari luar.
4) Monitor LED
Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang merupakan tanda-tanda infeksi.
5) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi